Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 menjadi momentum penting bagi Indonesia dalam merajut dan mempersatukan kembali wilayah dan lautannya yang luas, menyatu menjadi kesatuan yang utuh dan berdaulat. Deklarasi tersebut pun bahkan dianggap sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia yang kedua. Melihat besarnya peranan Deklarasi Djuanda bagi kedaulatan bangsa, Indonesia pun mulai memperingatinya sejak pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid, 13 Desember 2000. Melalui Keppres No.126/2001 Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan setiap 13 Desember diperingati sebagai salah satu hari nasional yang kali ini kita kenal sebagai Hari Nusantara.
Lahirnya Hari Nusantara ini menjadi suatu penegasan dan pengingat penting bagi kita semua dalam mengenali wawasan nusantara negara ini. Pemerintah memberikan momentum setiap tahunnya untuk melihat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, serta memahami esensi wawasan nusantara sebagai manifestasi Deklarasi Djuanda.
Penguatan wawasan nusantara tentunya menjadi sangat penting pula dalam rangka menguatkan ideologi bangsa. Penanaman ideologi melalui nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa, maupun nilai-nilai dan norma yang hidup dalam kehidupan masyarakat pada bangsa yang majemuk ini. Kita sama-sama mengetahui, bahwa Indonesia memiliki identitas keberagaman budaya yang mengikat. Penguatan wawasan kebangsaan yang terus ditanamkan kepada masyarakat seharusnya dapat menjadi suatu bentuk pertahanan dalam menangkal ideologi radikalisme dan terorisme.
Tantangan terbesar pada era sekarang ini adalah media sosial. Media sosial telah menjadi arus utama dalam penyebaran berbagai ideologi yang masif mempengaruhi penggunanya. Hal ini kemudian yang menyebabkan masyarakat dapat mudah menerima berbagai ideologi yang mungkin saja memecahkan identitas kebangsaan kita, yaitu keberagaman. Penerimaan keberagaman menjadi penting disini, rasa tenggang terhadap sesama dan toleransi dalam mengantisipasi perpecahan.
Perlunya mendorong wawasan kebangsaan kepada masyarakat menjadi salah satu jalan untuk kita dapat menuju masyarakat yang mudah menerima keberagaman. Untuk mengatasinya perlu pendekatan yang berhubungan langsung dengan aktivitas masyarakat sehari-hari.
Sekretaris Jenderal Suluh Kebangsaan sekaligus putri pertama Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Wahid, mengatakan terdapat tiga pendekatan yang berbeda dalam mengatasi ideologi yang berlainan dengan Pancasila.
Pertama, pada terorisme yang sudah pasti masuk ekstremisme dengan kekerasan, itu jelas sangat membahayakan. Kedua, lanjutnya, esktremisme tanpa kekerasan yang bertujuan mengubah ideologi negara. Ketiga, ekslusivitas agama dan ultra-konservatifisme yang dapat membahayakan demokrasi meskipun tidak menggunakan cara kekerasan.
Ketiga pendekatan yang dimaksud Alissa, memberikan pemahaman bahwa dalam menghadapi ancaman adanya ideologi yang berlainan dengan Pancasila perlu adanya pendekatan yang sesuai dengan kondisinya. Pada contoh terpenting kita dapat memulainya dengan mengajak kerja sama para tokoh-tokoh masyarakat maupun agama untuk mendorong adanya wawasan kebangsaan.
Mengajak berbagai elemen masyarakat untuk mempromosikan dialog dan pemahaman antaragama, kewarganegaraan aktif, demokrasi dan hak asasi manusia. Melibatkan berbagai kelompok strategis yang penting seperti masyarakat sipil, media massa, organisasi-organisasi berbasis agama, para pelaku bisnis, birokrasi, para partai politik, TNI/Polri, dan lain-lain dalam ikut serta mendorong peningkatan wawasan kebangsaan dalam berbagai peranan yang ada.
Masih banyak cara untuk kita dapat terlibat, salah satunya yang terdekat melalui media sosial. Sebagai pengguna, kita patut menyadari apa yang kita konsumsi sehari-hari. Filter segala sesuatu yang menghampiri pemahaman kita dengan bijak. Mulai mencari tahu dan mempelajari wawasan kebangsaan yang mungkin saja masih belum kita pahami dengan baik. Dengan begitu kita telah berkontribusi dalam memelihara dan mempertahankan identitas bangsa kita yang khas ini.
Selamat Hari Nusantara untuk kita semua! sudahkah kamu mengenali dengan baik bangsamu ini?
Penulis: Bunga Revina Palit