Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang terletak di ujung utara pulau Sulawesi. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Filipina, sehingga menjadikan Sulawesi Utara atau sering dikenal dengan sebutan Bumi Nyiur Melambai sebagai beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sulawesi Utara memegang peran penting sebagai gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik dikarenakan provinsi ini memiliki letak geografis yang strategis , menjadikannya sebagai pintu gerbang untuk masuk ke kawasan tersebut. Sulut memiliki potensi yang besar dalam berbagai sektor, antara lain; perdagangan, pariwisata, sumber daya alam, dan infrastruktur pendukung.
Selain dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alamnya, Sulawesi Utara adalah provinsi yang multikultural dan multiagama. Hal ini bisa terlihat dari kehidupan masyarakat yang rukun aman dan damai. Konflik antar suku,etnis maupun agama jarang terjadi di kota/kabupaten di Sulawesi Utara, kalaupun ada resistensi-resistensi yang terjadi di akar rumput pasti bisa terselesaikan sebelum menjalar dan makin besar. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan kehidupan masyarakat yang harmonis, pluralitas yang menyejarah, kearifan lokal serta sinergitas forum-forum lintas agama yang erat sehingga menjadikan Sulawesi Utara daerah yang toleransinya sangat tinggi.
“Sulut sulit disulut” merupakan ungkapan yang bisa menggambarkan kerukunan, perdamaian dan toleransi masyarakat Sulawesi utara. Pertanyaannya, bagaimana kerukunan dan perdamaian dapat terus dijaga dan dipelihara?
- Kehidupan Masyarakat Yang Harmonis
Secara historis, kehidupan bermasyarakat di Sulawesi Utara pada umumnya sangat harmonis dan damai. Hal ini disebabkan oleh rasa tenggang rasa masyarakat yang tinggi serta faktor tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya relatif tinggi sehingga tidak mudah terprovokasi. Contohnya, bisa dilihat dari semboyan/moto Nyiur Melambai yakni “Torang Samua Basudara Karna Torang Samua Ciptaan Tuhan”. - Pluralitas Yang Menyejarah
Masyarakat Sulawesi Utara memiliki nilai-nilai pluralisme yang tinggi diantara keberagaman agama dan kultur. Sikap dan sifat saling menghargai antar agama maupun suku sudah melekat sejak dulu dalam kehidupan orang-orang Sulut. Contohnya adalah ketika ada perayaan keagamaan, masyarakat gotong royong atau dalam adat minahasa disebut Mapalus membantu antar sesama. Perayaan Natal umat Muslim membantu menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar Gereja, begitupun sebaliknya umat Kristen bahu-membahu menjaga Masjid atau Lokasi Salat umat Muslim pada saat Idul Fitri. - Kearifan Lokal
Multikultur adalah berkat yang luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa bagi masyarakat Sulawesi Utara. Beragam budaya maupun adat dari Sulawesi Utara yang mempengaruhi terciptanya perdamaian dan toleransi di Bumi Nyiur Melambai. Contohnya adalah perayaan Pengucapan Syukur atau thanks giving day masyarkat Sulawesi Utara yang diselenggarakan setiap tahunnya. Tanpa melihat suku,agama maupun etnis, masyarakat antusias untuk saling silahturami antar sesama dan berbahagia serta berpesta bersama. Contoh berikutnya dari suku yang terletak di wilayah paling utara Indonesia yaitu Sangihe. Masyarakat Sangihe setiap tahunnya melaksanakan upacara adat Tulude yang merupakan ungkapan Syukur kepada sang pencipta atas berkat yang diterima. Terdapat beberapa tahapan pada pelaksanaan upacara adat Tulude, salah satunya tahapan Menahulending. Secara harafiah Menahulending adalah usaha untuk mendinginkan sesuatu yang dianggap panas. Menahulending dari asal kata Tahulending yang artinya pendingin. Yang dimaksud dengan panas di sini adalah suatu situasi yang terjadi akibat adanya bencana alam, krisis kekuasaan, penyakit, hama tanaman, kekacauan, dan lain-lain. Dari kedua hal tersebut masyarakat Sulawesi Utara menjaga perdamaian lewat kekayaan budaya. - Sinergitas Forum-Forum Lintas Agama
Badan Kerja Sama Antar Umat Beragama (BKSAUA) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta organisasi keagamaan lainnya memilik peranan penting dalam mempertahankan toleransi dan perdamaian di Sulawesi Utara.Contohnya, beberapa waktu lalu terjadi konflik di kota Bitung yang dipicu akibat perang Israel dan Palestina. Tak sampai satu minggu potensi konflik yang lebih besar bisa dicegah bahkan didamaikan. Hal ini terjadi karena upaya cepat para tokoh agama dan tokoh adat serta forkopimda gerak cepat mendamaikan para pihak yang berkonflik. Selain itu juga, di kota Manado terdapat organisasi yang menjadi wadah anak-anak muda antar agama untuk menjaga kerukunan dan toleransi. Organisasi tersebut adalah Pemuda Cinta Kerukunan yang digagas oleh BKSAUA kota Manado.
Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi mencetuskan filosofi “Si Tou Timou Tumou Tou” artinya “Manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia” merupakan jawaban dari kutipan “Sulut sulit disulut” serta menjadi faktor yang memengaruhi terciptanya perdamaian di Bumi Nyiur Melambai.
Penulis : Jovan Brando Kuemba (Duta Damai Sulawesi Utara)