MANADO (DUTA DAMAI SULUT) – Bertambahnya angka usia seseorang, tak dapat dihindari kerumitan-kerumitan turut tumbuh pula di kepala.
Bila semula yang tersimpan di kepala hanya mengenai satu arah, ketika seseorang usianya bertambah maka kepala akan menyimpan lebih banyak hal.
Apalagi sebagai generasi yang tumbuh di era teknologi yang perkembangannya melesat sangat cepat akan menumbuhkan rasa penasaran yang sulit terbendung.
Semakin pesat perkembangan, semakin banyak yang ingin diketahui dan harus mengetahui tentang banyak hal.
Begitulah kondisi generasi saat ini. Namun, pada dasarnya setiap orang memiliki kapasitas penyimpanan kepala yang tak sama.
Ada yang dapat dengan mudah mengolah informasi dengan cepat, lalu menyimpannya secara permanen di kepala.
Akan tetapi perlu disadari ada yang ketika memperoleh informasi dengan mudah pula hilang dari ingatan.
Ada juga kondisi di mana setiap informasi yang diperoleh akan mudah terganti dengan informasi baru.
Generasi saat ini kebanyakan memiliki perasaan takut dengan ketertinggalan FOMO (bahasa gaul) segala informasi hangat yang sering kali berkaitan dengan hal tidak penting.
Kebiasaan menggali hal-hal tidak penting dan membiarkannya tersimpan dalam ingatan, sebenarnya hanya membuat ruang penyimpanan di kepala menjadi semakin terbatas.
Lebih parahnya, segala informasi penting kemudian perlahan tersingkir dan kehilangan ruang untuk menetap.
Misalnya hal-hal mengenai sejarah atau kebangsaan—ketika dipertanyakan—perlu waktu untuk menggali dan mencari karena pengetahuan mengenai hal tersebut entah terselip di bagian mana.
Saatnya Gen Z berbenah
Membentangkan kembali peta berbangsa dan bernegara yang selama ini dibiarkan dan membuat generasi meraba-raba mengikuti arah yang tidak sesuai pedoman.
Jika selama ini Generasi Z terlalu sering mengikuti arah mata angin yang menenggelamkan diri dalam beranda sosial media, sudah saatnya untuk memberikan batasan.
Meskipun teknologi begitu mendominasi, tetapi dunia nyata masih membutuhkan semua orang lintas generasi guna menyemarakkan alam sekitar dengan suaranya, gerakan tangannya, langkah kakinya, dan tatapannya.
Meski begitu, Gen Z tidak harus menghapus apa yang telah tersimpan di kepala.
Hanya perlu menyusun dan meletakannya sesuai dengan prioritas.
Kondisi tersebut dapat dihadapi dengan mulai menumbuhkan kembali kecintaan terhadap bangsa dengan mengamalkan nilai-nilai yang terdapat pada tiap butir dasar negara bangsa Indonesia; Pancasila.
Mengamalkan setiap nilai pada butir Pancasila akan membuat siapa saja menjadi lebih dekat dengan lingkungan serta membantu menghidupkan kembali lingkungan sekitar yang selama ini kehadirannya diambil alih oleh teknologi.
Memang tidak salah jika mampu menerapkan butir-butir Pancasila dalam berteknologi.
Namun, kenyataannya masih banyak hal yang sifatnya bertentangan dengan butir-butir Pancasila dalam ruang lingkup sosial media.
Pancasila merupakan dasar negara yang menjadi pedoman, arahan, dan roh bagi tubuh-tubuh setiap orang agar memiliki jiwa yang lebih peka terhadap lingkungan, sosial, dan memiliki rasa toleransi antar sesama umat beragama.
Sudah saatnya disadari bahwa Pancasila menjadikan hidup masyarakat Indonesia menjadi lebih terarah.
Bermacam suku, agama, ras, dan golongan, merupakan tiang penyangga dan penyeimbang agar negara ini tetap kokoh.
Hal ini menjadi cerminan bahwa Indonesia tidak dimiliki golongan tertentu.
Bayangkan bila keragaman suku, agama, ras, dan golongan ini tidak diberikan dasar, landasan, atau pijakan, yang terjadi pada bangsa Indonesia yaitu kekacauan.
Di mana antar golongan akan berlomba-lomba untuk menonjolkan dirinya dan lebih parahnya akan saling serang.
Lahirnya Pancasila adalah untuk mempersatukan segala hal yang berbeda dan menjadi satu tujuan. Kelahiran Pancasila tidak terjadi di generasi Z.
Meski begitu, Gen Z memiliki tugas untuk menjaga agar tetap utuh, agar tetap dalam bingkainya, dan damai di bentangan alam Indonesia.
Sila pertama Pancasila merupakan cerminan bahwa Indonesia dengan beberapa agama tetap menjadi satu karena adanya toleransi antar umat beragama.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya karena ada usikan dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan diri sendiri.
Dalam butir ini, terdapat nilai mengenai keyakinan dan kepercayaan untuk dijalankan tanpa mengganggu umat lain.
Dengan demikian setiap orang tidak perlu khawatir akan ketenangan dalam menjalankan ibadah akan diusik.
Mengusik agama atau kepercayaan orang lain berarti telah melakukan pelanggaran terhadap dasar negara bangsa sendiri.
Pada sila kedua Pancasila, butir-butirnya berkaitan dengan butir-butir sila pertama.
Di mana sebagai individu harus bersikap adil dalam memperlakukan setiap orang.
Tidak boleh hanya memanusiakan antar sesamanya saja karena kembali lagi seperti penjelasan sebelumnya bahwa negara Indonesia tidak dimiliki oleh satu golongan tertentu.
Memanusiakan golongan tertentu sama saja akan mencederai persatuan Indonesia.
Persatuan dari keberagaman negara Indonesia yaitu Pancasila yang tiap-tiap butirnya dijalankan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemimpin yang memegang peranan paling tinggi yaitu permusyawaratan dan perwakilan yang dipimpin oleh hikmat dari kerakyatan.
Segala sesuatunya harus diputuskan dalam permusyawaratan agar tidak terjadi ketimpangan dan hanya menguntungkan bagi pihak tertentu.
Hal tersebut guna mendukung keadilan sosial yang tidak hanya untuk sebagian rakyatnya, tetapi untuk jiwa-jiwa yang percaya bahwa Pancasila merupakan pedoman hidup dalam keragaman.
Ibaratkan—sebagai masyarakat kita adalah penumpang. Penumpang yang sudah dibacakan aturan untuk menaiki kapal ini.
Penumpang yang harus mematuhi setiap peraturan. Jika suatu ketika ada dalam keadaan diminta untuk mengenakan pelampung, maka kenakanlah.
Untuk apa? Agar tetap selamat sampai tujuan; yaitu kemerdekaan bagi seluruh rakyatnya.
Generasi Z hanya perlu untuk mengikuti aturan yang sudah disiapkan.
Mengikuti rutenya, mematuhi hal-hal yang telah ditetapkan, dan paling penting yaitu menjaga serta mempertahankan agar persatuan dan kesatuan tetap dalam bingkainya.
Sudah saatnya Generasi Z melek terhadap arah bangsa ini akan dibawa ke mana.
Tidak ada waktu bersikap tak peduli karena arah bangsa ini ke depannya merupakan pilihan di hari sebelumnya.
Arah bangsa ini ada dalam butir-butir Pancasila yang perlu diamalkan dalam kehidupan setiap hari.
Bagaimana pun juga kenyamanan dalam bersosialisasi biasanya didasari kesamaan tertentu misalnya suatu agama akan nyaman dengan orang-orang seagamnya.
Suatu suku hanya nyaman bergaul sesama sukunya, suatu golongan akan merasa terlindungi jika berkumpul dengan golongan yang sama.
Sebenarnya hal yang tersebut hanya akan mengubukan bangsa ini menjadi bagian-bagian yang bahkan dapat memecahkan bingkai Pancasila.
Sudah saatnya disadari bahwa seberapa pedulinya Generasi Z terhadap keutuhan bangsa ini harus dimulai dengan menyemayamkan setiap butir-butir Pancasila di dalam dada dan pikiran.
Menyampingkan hal-hal tidak penting untuk ditata dan diatur di kepala sesuai dengan prioritas.
Jika tidak dimulai saat ini maka keterlambatan tersebut akan menjadi hal yang sangat disesali.
Bagaimanapun juga waktu berjalannya itu maju tidak pernah mau berhenti apalagi mundur.
Gen Z adalah ujung tombak yang harus tetap runcing dalam melawan segala hal yang menghancurkan integrasi bangsa.
Kehancuran dari dalam atau luar sama-sama menyeramkan bila terjadi karena sama-sama merusak.
Penulis: Ema Afriyani
Ema Afriyani adalah peraih gelar juara 1 lomba karya tulis yang diselenggarakan Duta Damai Sulawesi Utara dalam rangkaian kegiatan Generasi Melek Pancasila (GMP) 2023.