Tondano 29 November 2018.
Mahasiswa era ini semakin banyak tergerus dan terjerumus dalam bingkai intoleran satu sama lain. Kaum muda yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang ada di bangsanya kini justru menjadi acuh tak acuh dengan persoalan bangsa. Ini juga terjadi di Minahasa, sebagai daerah yang memang mempunyai kultur plural Minahasa tak luput dari serangan intoleranisme.
Ini yang coba di rangkul oleh Team Wale le’os duta damai sulut. Bertempat di cafe Pancasila pada 29 November 2018. Mereka mengundang organisasi Ekstra Kampus yang disebut Cipayung Plus untuk duduk bersama membahas persoalan bangsa. Kelompok Cipayung Plus Minahasa sendiri terdiri dari : GMKI,PMII, GMNI, PMKRI, LMND dan KAMMI. Dengan Tema ” Merajut Perdamaian di tengah perbedaan” Organisasi mahasiswa ekstra kampus ini mendiskusikan apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan Intoleran menyeruak dan tumbuh subur di indonesia khususnya Minahasa.
Dalam diskusi publik ini peserta antusias dengan topik yang memang sedang hangat ini. Beberapa pertanyaan terlontar dari mulut peserta kepada 6 panelis yang hadir. Salah satu panelis yang dapat di wawancarai yaitu Riskal Tamrin mengatakan : saya pribadi sangat mengapresiasi kegiatan positif ini, selanjutnya adalah kewajiban kita sebagai warga negara apalagi kaum muda untuk menjaga kesatuan dan keutuhan bangsa. Tandas Mahasiswa UNIMA yang bergabung di LMND Minahasa ini
Kegiatan ini di tutup dengan deklarasi Perdamaian oleh para perwakilan Organisasi Cipayung Plus MINAHASA bersama Timred Wale Le’os Duta Damai Sulut. (FR)